Ramadhan-Syawal
Kita urip ana alam donya
Ayo padha seneng derma klawan dedana
Senajan sethithik tapi seng legawa
Ganjarane ana akhir dina
Luwih-luwih nduk wulan Pasa
Ayo nduweni ati seng sabar lan narima
Ayo seng seneng amal ugo ndedonga
Insya Allah ditambah rejeki karo Gusti Allah
Nek wis engko dina riyaya
Anjangsana nang sanak kluwarga
Iku wes dadi tradisi kita tapi aja sampek lali
Sungkem barek wong tuwa
Lelakoning Urip
Urip
iku pancen sawang-sinawang. Nek ndeleng wong liya urip kepenak banjur
kepingin. Kareben ora gampang meri lan melik duweke liyane, urip kudu
linambaran ati sabar. Coba urip sabar, tlaten nandhangi kabeh pakaryan.
Demografi Pacitan
FISIK PACITAN
Kondisi Geografis
Kabupaten Pacitan Terdiri dari daerah
pegunungan dan berbukit-bukit, sedangkan selebihnya merupakan dataran
rendah. Sekitar 63% dari daerah Pacitan adalah daerah yang berfungsi
penting untuk hidrologis karena memiliki tingkat kemiringan lebih 40%.
Berdasarkan ciri-ciri fisik tanahnya, Kabupaten Daerah Tingkat II
Pacitan adalah bagian dari pegunungan kapur selatan yang bermula dari
Gunung Kidul Yogyakarta dan membujur sampai ke daerah Trenggalek yang
relatif tanahnya tandus.
Kondisi Topografi
Topografi di Kabupaten Pacitan menunjukkan bahwa bentang daratnya bervariasi, dengan kemiringan sebagai berikut;
- 0-2 % meliputi 4,3 % dari luas wilayah merupakan daerah tepi pantai.
- 2-15 % meliputi 6,60 % dari luas wilayah baik untuk usaha pertanian dengan memperhatikan usaha pengawetan tanah dan air.
- 15-40 % meliputi 25,87 % dari luas wilayah, sebaiknya untuk usaha tanaman tahunan.
- 40 % ke atas meliputi 63,17 % dari luas wilayah merupakan daerah yang harus difungsikan sebagai kawasan penyangga tanah dan air serta untuk menjaga keseimbangan ekosistem di Pacitan.
Jenis Tanah
Struktur dan jenis tanah di Kab. Pacitan adalah sebagai berikut :
- Jenis tanah Aluvial Kelabu endapan liat seluas 3.969 Ha atau 2,80%
- Assosiai Litosal dan Mediteran Merah seluas 4.629 Ha atau 34,26%
- Litosal Campuran Tuf dan bahan Vulkanik seluas 58.592 atau 22,02%
- Kompleks Litosal Kemerahan dan Litosal seluas 31.592 atau 22,02%
Adapun jenis Geologinya adalah sebagai berikut :
- Endapan Zaman Tua (Meoson) seluas 91.830 Ha.
- Batu Kapur Zaman Tua seluas 36.829 Ha.
- Andesit seluas 7.654 Ha.
- Aluvium seluas 6.623 Ha.
Dengan ketinggian :
- 7-25 m di atas permukaan laut : 2.62%
- 25-100 m di atas permukaan laut : 2.67%
- 100-500 m di atas permukaan laut : 52.68%
- 500-1000 m di atas permukaan laut : 36.43%
- 1000 m lebih di atas permukaan laut : 5.59%
GOA GONG / GONG CAVE
Wes
kawistara ing saniskara Hyang Manom mbabar praba ing bumi Bomo Redi
Gong kang dadi arane, sumimpen edining manusalaka. Tandha yektining
Pangeran Tuhu aweh emut marang kita.
Bomo, Juli 1998.
Goa Gong
Goa
Gong terletak 37 km dari Pusat Kota Pacitan, dapat dicapai dengan
kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat. Goa dengan stalagtit
dan stalagmitnya yang dinominasikan sebagai goa terindah di Asia
Tenggara ini mampu memukau setiap wisatawan baik domestik maupun
mancanegara. Selain keindahan stalagtit dan stalagmitnya Goa Gong
memiliki empat sendang yang dinilai magis bagi siapa saja yang
mempercayainya.
Gong Cave
Its
stalactites and stalagmites are believed to be most beautiful among
those know in South Asia. This incredible and amazing cave with 256
meter wide, with 4 springs inside wich each has magic value, can be
reached easily by cars.
1. Riwayat Penemuan Goa Gong
Dalam
sejarahnya Goa Gong sebenarnya sudah lama dimasuki oleh manusia yaitu
nenek moyang kita dahulu, namun seiring perjalanan waktu goa tersebut
sepertinya hilang begitu saja dan yang ada hanyalah cerita-cerita
lama/dongeng orang-orang tua, namun justru dongeng dan cerita itulah
pada akhirnya warga dusun Pule desa Bomo bertekad untuk menemukan
kembali goa tersebut. Dan dengan dipimpin Kepala Dusun Pule maka
pencarian goa dimulai :
Pertama : memcocokkan cerita-cerita
Kedua : mencari arah dan alur kehidupan, baik kehidupan binatang maupun kea-
daan alam sekelilingnya
Ketiga : memastikan letak
Keempat : mulai memasuki goa
(Dikisahkan oleh Drs. Wakino/ Penemu Goa Gong)
Ketika
itu hari Minggu Pon tanggal 5 Maret 1995 sekitar pukul 09.00 wib, ayah
bersama kami duduk di ruang depan bercerita tentang kejadian yang
dialami oleh mbah Noyo Semito (kakek Drs. Wakino) dengan teman-temannya
yang bernama mbah Joyo ± 60 tahun silam.
Ketika
itu Dusun Pule, Desa Bomo, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan dilanda
kemarau pangjang hingga sulit untuk mencari air minum dan untuk
keperluan sehari-hari.
Dengan
keadaan seperti itu kedua kakek tersebut dengan keberaniannyamencoba
memasuki goa yang dianggapnya tidak terlalu jauh dari rumah penduduk ±
400 meter untuk mencari air. Dengan menggunakan alat penerangan
tradisional berupa obor (daun kelapa kering yang diikat) hingga
menghabiskan 7 ikat, kedua kakek tersebut berhasil menelusuri
lorong-lorong goa hingga menemukan beberapa sendang dan mandi di
dalamnya.
Walaupun
pengalaman itu telah diceritakan pada masyarakat disekitar, namun tak
seorangpun yang berani mengikuti jejaknya, karena menurut kepercayaan
masyarakat di sana goa itu dianggap masing wingit (angker).
Setelah
mendengar cerita ayah tersebut, terketuklah hati kami timbul niatan
untuk membuktikan kebenaran yang kakek alami. Keinginan itu ternyata
didukung oleh ayah (Bpk. Suramin) dan teman-teman lain yang berjumlah 8
orang. Namun di antara teman-teman itu ada yang pro dan kontra mengenai
rencana itu, bahkan ada yang ingin menunda untuk mencari hari baik.
Akhirnya niat kami itu disetujui setelah kami menyampaikan bahwa besuk
akan segera pulang ke Magetan.
2. Pencarian Lokasi dan Perjalanan di dalam Goa
2. 1. Pencarian Lokasi
Tepatnya hari Minggu Pon tanggal 5 Maret 1995, kami berangkat mencari lokasi goa bersama rombongan berjumlah 8 orang, yaitu :
- Bapak Suramin 54 tahun, sesepuh.
- Wakino 30 tahun, ketua rombongan.
- Paino 42 tahun, ketua RT.
- Suparni 38 tahun, Kepala Dusun.
- Suyadi 39 tahun, warga desa.
- Paino 30 tahun, guru SD.
- Misno 29 tahun, warga desa.
- Suyatno 15 tahun, warga desa.
Pada
saat itu kami berangkat lebih dahulu untuk mencarinya karena dalam
benak kami masih ingat bahwa mulut goa itu dulunya dekat dengan pohon
kluwih, tapi pada saat itu pohon kluwihnya sudah tidak ada. Ternyata
betul dugaan kami, bahwa mulut goa itu tidak lama kemudiandapat kami
temukan. Sambil menunggu teman yang mencari peralatan, kami dengan
dibantu oleh beberapa teman yang lain membersihkan mulut goa yang sudah
tertutup oleh batu, tanah, dan tumbuhan liar lainnya. Setelah
teman-teman yang berjumlah 8 orang itu berkumpul, dengan membawa 7 buah
lampu baterai dan 2 buah lampu petromax dan sebuah kamera poket sepakat
untuk memasuki lorong-lorong goa tersebut.
2. 2. Perjalanan di dalam Goa
Dengan
peralatan yang sederhana, perasaan was-was, takutdan ngeri
dikhawatirkan ada binatang buas, kami beserta rombongan terus berusaha
menelusuri lorong-lorong goa.
Liku-liku
perjalanan pada waktu itu memang penuh dengan perjuangan yang luar
biasa antara hidup dan mati. Sambil terus memanjatkan doa kehadirat
Illahi Robbi, tetap melangkahkan kai mencari arah mana yang harus
diikuti. Memang pada waktu itu kamilah sebagai pencari jalan dan selalu
memberikan motivasi pada rombongan, (“ayo maju terus…slamet-slamet…ojo wedi!”).
Tiba-tiba
kami dikejutkan olehgambaran yang menakutkanseolah-olah ada seorang
manusia yang berdiri tegak menghadang kehadiran kami, ternyata setelah
terkena sinar itu hanyalah sebuah batu besar yang menjulang tinggai yang
berfungsi sebagai penyangga goa.
Setelah
lorong-lorong goa dapat kami masuki, ternyata setelah kembalinya sampai
ruang 3 lagi (anggapan sementara waktu itu) kami bersama rombongan
sempat tersesat. Inilah saat yang paling menegangkan, panik, was-was
karena peralatannya tinggal menyisakan sedikit. Akhirnya kami mencoba
untuk belok kanan ternyata kami menemukan lampu baterai yang sengaja
kami tinggal sewaktu brangkat karena bohlamnya putus. Setelah kami
bersama meyakini bahwa jalan tersebut benar maka perjalananpun
dilanjutkan. Berkat petunjuk Illahi berhasilla kami keluar dari goa.
3. Pemberian Nama Goa
Penamaan
goa Gong bertalian erat denag salah satu nama dari perangkat gamelan
Jawa. Konon pada saat –saat tertentu, di gunung yang terdapat goa
tersebut sering terdengar bunyi-bunyian seperti seperti gamelan Jawa,
pertunjukkan reog, terbangan, bahkan sering terdengar orang menangis
yang memilukan. Karena itu masyarakat di sekitarnya memberi nama gunung
tersebut gunung Gong-Gongan. Maka kami bersama rombongan yang berjumlah 8
orang tadi memberi nama goa itu adalah goa Gong.
Selain
itu kalau kita menyasikan keindahan goa tersebut memperlihatkan suatu
pertanda bahwa goa itu tiada duanya. Sehingga kami bersama rombongan
menyimpulkan goa Gong tersebut merupakan gongya goa.
4. Letak Goa Gong
Goa
Gong terletak di pesisir pantai selatan, tepatnya di Dusun Pule, Desa
Bomo, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, 37 km ke arah barat kota
Pacitan. Goa Gong dikelilingi oleh sederetan gunung, diantaranya :
v Sebelah utara aladah gunung Manyar
v Sebelah timur adalah gunung Gede
v Sebelah selatan adalah gunung Karang Pulut
v Sebelah barat adalah gunung Grugah
Sederetan
gunung yang mengelilingi goa Gong tersebut sebagian besar ditanami
pohon jati, pisang, kelapa, tapi sebaliknya di musim hujan juga ditanami
ketela, cabe, padi, mentimun, dan sebagainya, sehingga dari kejauhan
nampak kehijauan yang dapat menambah keasrian suasana goa Gong pada pagi
hari dan menjelan senja tiba.
5. Keberadaan Goa Gong
5. 1. Goa Gong Sebelum Direnovasi
Goa
Gong tidak bisa dielakkan lagi tentang keindahan, keasrian, dan
keunikan yang ada di dalamnya. Pengunjung pasti akan merasa heran, kagum
dikarenakan seolah-olah kita memasuki dunia baru. Ruang pertama yang
sudah penuh dengan ukiran alami itu, seakan-akan pengunjung disambut
dengan ucapan selamat datang.
Pintu
abadi yang sudah ada, seakan mengajak kita untuk memasuki ruang kedua
dengan ukuran yang sangat luas, di sana ada semacam kamar manidi yang
terbuat secara alami. Kemudian dari sini kita akan berjalan lagi, sambil
melihat ke bawah akan tampak beberapa sendang yang airnya jernih dan
bisa melihat taman goa yang kelihatan jauh di ruang ketiga.
Di
kiri-kanan tangga alami tampak beberapa lukisan dari batu-batuan yang
menggambarkan sutu keinginan Tuhan. Di samping itu banyak terdapat batu
berwarna putih yang dapat memberikan gambaran seolah-olah goa ini
benar-benar masih perawan, asli, dan belum dijamah oleh manusia. Di
sana-sini terdengar tetesan airsehingga menambah keasrian dan kesejukan
di dalam goa.
5. 2. Goa Gong Sesudah Direnovasi
Berkat
kesigapan Pemerintah Daerah Tingkat II Pacitan yang dipimpin oleh Bapak
Bupati Sutjipto dan kerjasama yang baik antara instansi terkait serta
masyarakat sekitar, maka pada tanggal 31 Juli 1996 beberapa fasilitas
mulai dikerjakan yang ditangani oleh PT. Citra Pule Raya.
Sarana
yang dibangun untuk memasuki goa adalah : jalan undak-undakan,dengan
pagar pengaman di kiri-kanan, aliran listrik sebagai penerangan, dan AC
sebagai pendingin goa.
Syukur
Alhamdulillah proyek proses renovasi dan pengembangan Goa Gong selesai
tanggal 31 Desember 1996, berlajalan sukses dan lancar. Kemudian Goa
Gong siap diapasarkan sebagai komoditi wisata unggulan nasional.
Sumber :
Sutikno, Kebesaran dan Kemegahan Goa Gong di Kota Pacitan, Citra Pule Raya bekerja sama dengan PEMDA DATI II KAB. PACITAN, 1997.
Wakino, Drs. Gua Gong Obyek Wisata Potensial Di Kabupaten Pacitan, Rapi offset, Madiun:1998
Leaflet Pesona Wisata Pacitan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Pacitan.